Alfi
Akhdan Rafif (20216549)
Andree
Setiawan (20216816)
Hastika
Aulia Firdhausya (27216973)
Muhammad
Afrizal R. A. (24216681)
Rani
Rahmawati (26216079)
DASAR HUKUM
PERIKATAN
I.
Pengertian
Hukum Perikatan Menurut Para Ahli
·
Hukum perikatan menurut Pitlo adalah suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas
dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki
kewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
·
Hukum perikatan menurut Hofmann adalah suatu
hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan
itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap
menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap
yang demikian itu.
Pengertian Hukum Perikatan Secara Umum
Oleh karena
terdapat perbedaan dalam pengertian perikatan menurut para ahli, maka
diperlukan suatu pengertian yang bersifat umum, yang dapat dijadikan sebagai
pedoman atau pegangan dalam mengartikan hukum perkatan.
Hukum perikatan
adalah Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang
memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak
yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan
tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur)
sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang
(debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan
prestasi.
II.
Dasar
Hukum Perikatan
Sumber-sumber
hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan
sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan
undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia
dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan
hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.
Perikatan yang timbul dari persetujuan (
perjanjian )
2.
Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige
daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan
undang-undang :
1.
Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) :
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan
ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) :
Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
III.
Asas-asas
Dalam Hukum Perjanjian
a)
Asas Kebebasan Berkontrak yaitu adanya kebebasan
seluas-luas nya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk meng
adakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum Penegasan mengenai adanya
kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,
yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan
tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu
undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang
dibuat secara sah”.
b)
Asas Konsensualisme yaitu perjanjian itu lahir
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal – hal yang pokok
dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Ini termuat dalam pasal 1320
KUHPerdata Untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat : Sepakat mereka
yang mengikatkan diri, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu hal
tertentu dan Suatu sebab yang halal “.
c)
Asas Kepribadian yaitu asas yang menentukan
bahwa seseorang yag akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan 1340
KUHPerdata yaitu :
·
Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”
·
Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku
antara para pihak yang membuatnya.”
d)
Asas iktikad baik (geode trouw) merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur
dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik
terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak.
Iktikad baik nisbi adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata
dari subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat
dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian
tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
e)
Asas
Kepribadian (Personality)Asas
kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini
dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. Pasal 1315 KUHPdt
menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa
untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan
dirinya sendiri.
IV.
Hapusnya
Perikatan
Pasal 1381 secara
tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
·
Pembayaran.
·
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan (konsignasi)
·
Pembaharuan utang (novasi).
·
Perjumpaan utang atau kompensasi.
·
Percampuran utang (konfusio).
·
Pembebasan utang.
·
Musnahnya barang terutang.
·
Batal/ pembatalan.
·
Berlakunya suatu syarat batal.
·
Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Perikatan itu bisa
hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada
10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.
Pembaharuan utang (inovatie)Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya
sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2.
Perjumpaan utang (kompensasi) Kompensasi adalah
salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua
orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3.
Pembebasan Utang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu
kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk
terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang
pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi
dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
4.
Musnahnya barang yang terutang
5.
Kebatalan dan pembatalan
perikatan-perikatan.Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok,
yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6.
Kedaluwarsa Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH
Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan
dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut
diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
- lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu
barang
- lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan dari tuntutan
Adapun syarat-syarat
dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
•
Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan
Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak
yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang
pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
•
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
•
Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal
tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis,
jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban
tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.
•
Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal,
artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan
oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Sumber:
https://komparisi.id/pengertian-dasar-hukum-perikatan/
http://www.npslawoffice.com/asas-asas-perikatan/
https://www.google.co.id/amp/s/hestypermataputri.wordpress.com/2016/03/22/bab-4-hukum-perikatan/amp/
http://destiyaalanda.blogspot.com/2015/04/dasar-hukum-perikatan.html