Friday, June 22, 2018

Hukum perikatan


Alfi Akhdan Rafif                             (20216549)
Andree Setiawan                             (20216816)
Hastika Aulia Firdhausya              (27216973)
Muhammad Afrizal R. A.               (24216681)
Rani Rahmawati                               (26216079)

DASAR HUKUM PERIKATAN
        I.            Pengertian Hukum Perikatan Menurut Para Ahli
·         Hukum perikatan menurut Pitlo adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu memiliki hak (kreditur) dan pihak yang lain memiliki kewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
·         Hukum perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Pengertian Hukum Perikatan Secara Umum
Oleh karena terdapat perbedaan dalam pengertian perikatan menurut para ahli, maka diperlukan suatu pengertian yang bersifat umum, yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau pegangan dalam mengartikan hukum perkatan.
Hukum perikatan adalah Suatu hubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang yang memberi hak kepada pihak yang satu untuk menuntut sesuatu barang dari pihak yang lainnya sedangkan pihak yang lainnya diwajibkan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pihak yang berhak menuntut adalah pihak yang berpihutang (kreditur) sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang (debitur) sementara barang atau sesuatu yang dapat dituntut disebut dengan prestasi.
      II.            Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.       Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.       Perikatan yang timbul dari undang-undang
3.       Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
1.         Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.         Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.          Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

    III.            Asas-asas Dalam Hukum Perjanjian
a)      Asas Kebebasan Berkontrak yaitu adanya kebebasan seluas-luas nya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk meng adakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum Penegasan mengenai adanya kebebasan berkontrak ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini juga dimaksudkan untuk menyatakan tentang kekuatan perjanjian, yaitu kekuatan yang sama dengan suatu undang-undang. Kekuatan seperti itu diberikan kepada semua perjanjian yang dibuat secara sah”.
b)      Asas Konsensualisme yaitu perjanjian itu lahir saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal – hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Ini termuat dalam pasal 1320 KUHPerdata Untuk sahnya persetujuan diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri, Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, Suatu hal tertentu dan Suatu sebab yang halal “.
c)       Asas Kepribadian yaitu asas yang menentukan bahwa seseorang yag akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan 1340 KUHPerdata yaitu :
·         Pasal 1315 menegaskan “pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.”
·         Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.”
d)      Asas iktikad baik (geode trouw) merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi adalah orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan iktikad mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
e)       Asas Kepribadian (Personality)Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt. Pasal 1315 KUHPdt menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
    IV.            Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
·         Pembayaran.
·         Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi)
·         Pembaharuan utang (novasi).
·         Perjumpaan utang atau kompensasi.
·         Percampuran utang (konfusio).
·         Pembebasan utang.
·         Musnahnya barang terutang.
·         Batal/ pembatalan.
·         Berlakunya suatu syarat batal.
·         Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.       Pembaharuan utang (inovatie)Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2.       Perjumpaan utang (kompensasi) Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3.       Pembebasan Utang
pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma.
4.       Musnahnya barang yang terutang
5.       Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6.       Kedaluwarsa Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau waktu, yaitu :
- lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang
- lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
Adapun syarat-syarat dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
           Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
           Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
           Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
           Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Sumber:
https://komparisi.id/pengertian-dasar-hukum-perikatan/
http://www.npslawoffice.com/asas-asas-perikatan/
https://www.google.co.id/amp/s/hestypermataputri.wordpress.com/2016/03/22/bab-4-hukum-perikatan/amp/
http://destiyaalanda.blogspot.com/2015/04/dasar-hukum-perikatan.html


Hukum perdata yang berlaku di Indonesia


Alfi Akhdan Rafif                             (20216549)
Andree Setiawan                             (20216816)
Hastika Aulia Firdhausya              (27216973)
Muhammad Afrizal R. A.               (24216681)
Rani Rahmawati                               (26216079)

        I.            Hukum Perdata Yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang artinya aturan Pemerintah Hindia belanda, adalah berlainan untuk golongan warga Indonesia yaitu :
a)      Untuk golongan warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu kala secara turun menurun.
b)      Untuk golongan warga Indonesia keturunan cina berlaku seluruh BW dengan penambahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S.1917 No. 129).
c)       Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan, dan lain-lain berlaku sebagaimana BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adatnya sendiri, yaitu hukum adat mereka yang tumbuh di Indonesia.
d)      Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), dan Jepang seluruh BW.
Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan berlakunya hukum perdata untuk dilaksanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang – undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu di imbangi dengan hak.
      II.            Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa. Oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidakpuasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama ”Code Civil des Francois" yang juga dapat disebut ”Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagian dari Code Napoleon.
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek. Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Autklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama ”Code de Commerce". Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan  Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninklijk Holland” yang isinya mirip dengan ”Code Civil des  rancais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan zaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum). Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
    III.            Pengertian & Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Pengertian Hukum Perdata di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Pengertian hukum privat (hukum perdata materil) adalah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Selain hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
1. Faktor etnis : keanekaragaman adat di Indonesia
2. Faktor historia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163, I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
1. Golongan eropa : hukum perdata dan hukum dagang
2. Golongna bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) : hukum adat
3. Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab) : hukum masing-masing
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
    IV.            Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Apabila dilihat dari sistematika, hukum perdata di Indonesia mengenal 2 sistematika :
1.       Sistematika hukum perdata menurut undang – undang yaitu hubungan perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang – undang hukum perdata yang terdiri :
Buku I : tentang orang yang mengatur hukum perseorangan dan hukum keluarga (pasal 1 s/d 498)
Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal 499 s/d 1232)
Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang mengatur alat – alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum diatur (pasal 1805 s/d 1993)
2.       Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata material terdiri :
         Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri seseorang.
         Hukum tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
         Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang memberi kekuasaan atau suatu benda.
         Hukum Waris(erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia, dengan perkataan lain: hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.

Sumber:
http://sabrinadea11.blogspot.com/2015/03/hukum-perdata.html
http://vegadadu.blogspot.com/2011/05/pengertian-dan-keadaan-hukum-perdata-di.html?m=1
https://purnama110393.wordpress.com/2012/04/16/sistematika-hukum-perdata-di-indonesia/